Bidadari Shubuh
Oleh:Simam Waih
Pagi
yang indah, tetesan embun diantara dedaunan bagaikan butiran-butiran tasbih
dari alam yanng senantiasa memuji kebesaran sang pencipta. Mega merah dengan
gagahnya menampakan jati drinya seakan-akan dialah yang berkuasa pada saat itu.
Terlihat dari sudut jalan yang sepi
seorang pemuda berwajah rupawan, bernampilan acak-acakan, dan bau alkohol yang
tajam dari mulutnya, jalannya yang begitu pelan terseok-seok dan sempoyongan
lalu dia pun terjatuh tersungkur di pinggir jalan. Kini dia sudah tidak bisa
mengendalikan dirinya, minuman keras telah mengendalikan akal dan nalarnya,
pandangannya yang gelap sehingga membuatnya tak mampu untuk bangkit kembali dan
menikmati pagi yang indah itu. Apa yang terjadi padannya? Kenapa ia bisa
seperti itu? Dan siapakah dia?.
Dia adalah Muhammad Akhyar
seandainya ia tidak berpenampilan seperti itu pasti banyak orang yang
bersimpati padanya, karena selain wajahnya yang rupawan bagaikan Yusuf pada
zamannya dia juga seorang anak tunggal dari pengusaha batu bara di kotanya,
tapi baru 5 tahun yang lalu ayah dan ibunya pergi ke pangkuan Ilahi karena
kecelakaan pesawat. Kini ia tinggal bersama pamannya dirumahnya yang besar dan
mewah, tetapi pamannya jarang sekali memperhatikannya, pamannya hannya sibuk
mengursi bisnis peninggalan kakaknya itu. Akhyar pun kehilangan sosok orang tua
dari hidupnya, itulah yang membuatnya masuk kedalam pergaulan gelap. Dia
menghabiskan malamnya dengan berbotol-botol
bir, anggur, dan wisky atau apa saja yang memabukan. Obat-obatan terlarang juga
makanan sehari-harinya, sex bebas pun sudah tak jarang ia lakukan.
Malam itu dia telah berpesta minuman
keras bersama teman-temannya untuk merayakan malam pergantian tahun, karena
minum terlalu banyak ia pun menjadi seperti itu, lebih naasnya lagi mobil dan
dompetnya di rampas oleh teman-temannya dan dibawa kabur saat dia tidak
sadarkan diri.
Jalan yang sepi kini telah dilalui
beberapa manusia, kebanyakan dari mereka adalah para petani yang selalu pergi
sebelum sang surya menampkan dirinya. Satu persatu mereka melewati Akhyar yang
tergeletk dipinggir jalan, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang menolong,
merasa iba bahkan menghiraukan Akhyar, ada dari mereka yang menghiraukan Akhyar
tetapi bukan menolong Akhyar malah mereka menambah penderitaan Akhyar, ada yang
membuang kotoran dan sampah di Akhyar bahkan ada yang meludahi tubuh alkhyar.
Tidak sedikit dari mereka yang mencaci Akhyar dengan perkataan yang tidak
pantas kepada Akhyar seperti “dasar pemuda bajingan, sampah masyarakat, pembuat
sial!!!.., kenapa enggak mati aja sekalian..!!”. sungguh Akhyar bagaikan anjing
kurap yang begitu hina di mata mereka.
Dari arah barat terlihat seorang
gadis berjalan, langkahnya yang pasti, pandangan nya yang menunduk, parasnya
begitu indah yang diselimuti hijab putih yang menutupinya, wajahnya begitu
jelita bagaikan rembulan yang bersinar seakan-akan debu saja tak sanggup untuk
menyentuhnya, bola matannya yang bundar nan indah bagaikan dua jamrud yang
berkilau dimalam hari, bibirnya yang begitu manis membuat siapa saja yang
melihat senyumnya akan merasakan dahaga dan ingin meneguk dari manis madunya
bibir itu, sungguh keindahannya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata,
seandainnya bidadari-bidadari surga turun untuk melihatnya, pasti mereka akan
merasa malu akan kecantikan gadis itu, Bibirnya yang manis selalu bergetar
mengucap firman-firman Allah, saat itu dia sedang menghapalkan surat Al-Mulk
salah satu surat favoritnya, tangan kanan nya pun tak lepas menggemgam sebuah
mushaf kecil. Siapakah ia??
Dia adalah Naylatul Izza seorang
gadis desa yang menjadi idaman setiap laki-laki yang melihatnya, ketaatannya
yang begitu indah bagaikan bunga yang harum menyebarkan aroma kesturi kesetiap
penjuru dunia. Dia kini hidup hanya bersama ayahnya yang lumpuh di sebuah gubuk
tua dan kecil, profesinya sebagai guru ngaji di sebuah mushola yang jaraknya
lumayan jauh dari rumahnya. Setiap
shubuh dia harus ke mushola tersebut untuk mengajar ngaji para ibu ibu tua
dan nenek-nenek, semua orang begitu senang dengannya karena selain mempunyai
suara yang merdu dia juga ramah terhadap anak-anak sampai orang tua. Upah yang
tak seberapa membuatnya tidak mengeluh yang penting cukup buat makan dia dan
ayahnya karena baginya hidupnya kini hanya untuk mengabdikan dirinya kepada
ayahnya yang lumpuh.
Dia pun berjalan dan melihat
seseorang tergeletak di pinggir jalan dengan kondisi yang begitu
memprihatinkan, tak lain dialah Akhyar. ia pun langsung bergegas mendekati
Akhyar “astagfirllah al’adzim” dia pun bingung mau berbuat apa, dia teriak
minta tolong tapi dijalan itu saat itu begitu sepi tidak ada orang yang lewat.
Dia pun hanya bisa membangunkan laki-laki itu dengan menggoyang-goyangkan tubuh
laki-laki itu “ mas.. bangun..mas.., mas kenapa mas” tapi perbuatannya hanya
sia-sia, Akhyar masih tetap saja tak
sadarkan diri. Akhirnya dia pun dia mengeluarkan sebuah botol kecil minyak kayu
putih dari dalam tas mukenahnya dan dia mendekatkan pada hidung laki-laki itu,
setelah beberapa detik Akhyar pun terbangun karena aroma yang menyengat dari
minyak kayu putih.
Akhyar pun membuka matanya secara
pelan-pelan dan langsung duduk, tapi kini dihadapannya sesosok manusia atau
bidadari yang dia lihat. Kedua bola mata mereka berdua saling bertatap tanpa
ada suara yang keluar dari mulut mereka, Akhyar merasakan melihat keindaahan
yang tak pernah ia liat sebelumnya, dia seperti melihat tuhan dari diri wanita
itu. Getaran hatinya yang begitu kencang membuatnya bisu tak bisa berkata-kata,
kini dia hanyut dalam keindahan wanita itu.
Begitu pula Naila dia merasakan
getaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya saat memandang kedua bola mata
Akhyar, tetapi ntah apa yang menyadarkannya dan ia pun langsung bergegas pergi
dan kini tinggal Akhyar seorang yang masih bengong begitu saja.
Sesampainnya Akhyar di rumah, kini
dalam pikirannya hanya ada wajah wanita tadi, dia bingung dengan apa yang ia
rasakan ntah apa yang membuatnya mengambil air wudhu, sudah 4 tahun lebih dia
tidak merasakan sejuknya airnya wudhu,
dan juga dia ingin sekali mengadu kepada sang pencipta yang telah lama
ia tinggalkan tentang perasaannya saat ini, lalu akhyar pun menggelar sajadah
yang sudah lama tak terpakai. Dia pun melakukan sholat 2 rakaat yang begitu
khusyu, di setiap bacaan bacaan sholat hatinya bergetarr derai
air mata pun keluar dari matanya dengan sendirinya. Saat itu yang ada
dipikirannya hanya dosa-dosanya dan juga kedua orang tuannya.
Setelah melakukan salam ia pun
berdoa” ya Allah dzat yang maha pengampun dan maha indah, masih pantaskah aku
menghadapakan wajahku yang begitu kotor kepadamu, masih layak kah sujudkuh ini
padamu, masih pantaskah diri yang hina ini meminta belas kasih mu. Aku malu
untuk melakukan semua ini, rasanya diriku sudah tak pantas untuk ini, dosa ku
yang begitu banyak sampai luasnya samudrapun tak akan sanggup menampung
dosa-dosaku ini, tapi kemana lagi aku harus mengadu dan meminta ampunan selain
kepadamu. Ya Allah biarakanlah tetes air mataku ini menjadi saksi akan semua
khilaf ku, aku takut akan semua dosaku, masih adakah cahaya kasihmu untuk
hambamu yang selalu melupakanmu, untuk hambamu yang selalu ingkar kepadamu,
Hukum aku ya Allah jika kau mau karena hanya kau yang berhak memberi hukuman
dan ampunan kepadaku. Ya Allah dzat maha
cinta kau telah menurunkan bidadarimu kepadaku sehingga membuatku kembali dan
mengingatmu, Ya Allah izinkankan aku untuk lebih mengenal siapa dia, agar aku
tahu tahu dalamnya makna keataatan, dan sampaikanlah salamku untuknya untuk
bidadari yang kau ciptakan untuk siapa?” lirih Akhyar dalam doanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar