Minggu, 04 Maret 2018

Bidadari Shubuh


Bidadari Shubuh
Oleh:Simam Waih


Pagi yang indah, tetesan embun diantara dedaunan bagaikan butiran-butiran tasbih dari alam yanng senantiasa memuji kebesaran sang pencipta. Mega merah dengan gagahnya menampakan jati drinya seakan-akan dialah yang berkuasa pada saat itu.

            Terlihat dari sudut jalan yang sepi seorang pemuda berwajah rupawan, bernampilan acak-acakan, dan bau alkohol yang tajam dari mulutnya, jalannya yang begitu pelan terseok-seok dan sempoyongan lalu dia pun terjatuh tersungkur di pinggir jalan. Kini dia sudah tidak bisa mengendalikan dirinya, minuman keras telah mengendalikan akal dan nalarnya, pandangannya yang gelap sehingga membuatnya tak mampu untuk bangkit kembali dan menikmati pagi yang indah itu. Apa yang terjadi padannya? Kenapa ia bisa seperti itu? Dan siapakah dia?.

            Dia adalah Muhammad Akhyar seandainya ia tidak berpenampilan seperti itu pasti banyak orang yang bersimpati padanya, karena selain wajahnya yang rupawan bagaikan Yusuf pada zamannya dia juga seorang anak tunggal dari pengusaha batu bara di kotanya, tapi baru 5 tahun yang lalu ayah dan ibunya pergi ke pangkuan Ilahi karena kecelakaan pesawat. Kini ia tinggal bersama pamannya dirumahnya yang besar dan mewah, tetapi pamannya jarang sekali memperhatikannya, pamannya hannya sibuk mengursi bisnis peninggalan kakaknya itu. Akhyar pun kehilangan sosok orang tua dari hidupnya, itulah yang membuatnya masuk kedalam pergaulan gelap. Dia menghabiskan malamnya dengan berbotol-botol bir, anggur, dan wisky atau apa saja yang memabukan. Obat-obatan terlarang juga makanan sehari-harinya, sex bebas pun sudah tak jarang ia lakukan.

            Malam itu dia telah berpesta minuman keras bersama teman-temannya untuk merayakan malam pergantian tahun, karena minum terlalu banyak ia pun menjadi seperti itu, lebih naasnya lagi mobil dan dompetnya di rampas oleh teman-temannya dan dibawa kabur saat dia tidak sadarkan diri.

            Jalan yang sepi kini telah dilalui beberapa manusia, kebanyakan dari mereka adalah para petani yang selalu pergi sebelum sang surya menampkan dirinya. Satu persatu mereka melewati Akhyar yang tergeletk dipinggir jalan, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang menolong, merasa iba bahkan menghiraukan Akhyar, ada dari mereka yang menghiraukan Akhyar tetapi bukan menolong Akhyar malah mereka menambah penderitaan Akhyar, ada yang membuang kotoran dan sampah di Akhyar bahkan ada yang meludahi tubuh alkhyar. Tidak sedikit dari mereka yang mencaci Akhyar dengan perkataan yang tidak pantas kepada Akhyar seperti “dasar pemuda bajingan, sampah masyarakat, pembuat sial!!!.., kenapa enggak mati aja sekalian..!!”. sungguh Akhyar bagaikan anjing kurap yang begitu hina di mata mereka.

            Dari arah barat terlihat seorang gadis berjalan, langkahnya yang pasti, pandangan nya yang menunduk, parasnya begitu indah yang diselimuti hijab putih yang menutupinya, wajahnya begitu jelita bagaikan rembulan yang bersinar seakan-akan debu saja tak sanggup untuk menyentuhnya, bola matannya yang bundar nan indah bagaikan dua jamrud yang berkilau dimalam hari, bibirnya yang begitu manis membuat siapa saja yang melihat senyumnya akan merasakan dahaga dan ingin meneguk dari manis madunya bibir itu, sungguh keindahannya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata, seandainnya bidadari-bidadari surga turun untuk melihatnya, pasti mereka akan merasa malu akan kecantikan gadis itu, Bibirnya yang manis selalu bergetar mengucap firman-firman Allah, saat itu dia sedang menghapalkan surat Al-Mulk salah satu surat favoritnya, tangan kanan nya pun tak lepas menggemgam sebuah mushaf kecil. Siapakah ia??

            Dia adalah Naylatul Izza seorang gadis desa yang menjadi idaman setiap laki-laki yang melihatnya, ketaatannya yang begitu indah bagaikan bunga yang harum menyebarkan aroma kesturi kesetiap penjuru dunia. Dia kini hidup hanya bersama ayahnya yang lumpuh di sebuah gubuk tua dan kecil, profesinya sebagai guru ngaji di sebuah mushola yang jaraknya lumayan jauh dari rumahnya. Setiap  shubuh dia harus ke mushola tersebut untuk mengajar ngaji para ibu ibu tua dan nenek-nenek, semua orang begitu senang dengannya karena selain mempunyai suara yang merdu dia juga ramah terhadap anak-anak sampai orang tua. Upah yang tak seberapa membuatnya tidak mengeluh yang penting cukup buat makan dia dan ayahnya karena baginya hidupnya kini hanya untuk mengabdikan dirinya kepada ayahnya yang lumpuh.

            Dia pun berjalan dan melihat seseorang tergeletak di pinggir jalan dengan kondisi yang begitu memprihatinkan, tak lain dialah Akhyar. ia pun langsung bergegas mendekati Akhyar “astagfirllah al’adzim” dia pun bingung mau berbuat apa, dia teriak minta tolong tapi dijalan itu saat itu begitu sepi tidak ada orang yang lewat. Dia pun hanya bisa membangunkan laki-laki itu dengan menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki itu “ mas.. bangun..mas.., mas kenapa mas” tapi perbuatannya hanya sia-sia,  Akhyar masih tetap saja tak sadarkan diri. Akhirnya dia pun dia mengeluarkan sebuah botol kecil minyak kayu putih dari dalam tas mukenahnya dan dia mendekatkan pada hidung laki-laki itu, setelah beberapa detik Akhyar pun terbangun karena aroma yang menyengat dari minyak kayu putih.
            Akhyar pun membuka matanya secara pelan-pelan dan langsung duduk, tapi kini dihadapannya sesosok manusia atau bidadari yang dia lihat. Kedua bola mata mereka berdua saling bertatap tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka, Akhyar merasakan melihat keindaahan yang tak pernah ia liat sebelumnya, dia seperti melihat tuhan dari diri wanita itu. Getaran hatinya yang begitu kencang membuatnya bisu tak bisa berkata-kata, kini dia hanyut dalam keindahan wanita itu.

            Begitu pula Naila dia merasakan getaran yang tak pernah ia rasakan sebelumnya saat memandang kedua bola mata Akhyar, tetapi ntah apa yang menyadarkannya dan ia pun langsung bergegas pergi dan kini tinggal Akhyar seorang yang masih bengong begitu saja.

            Sesampainnya Akhyar di rumah, kini dalam pikirannya hanya ada wajah wanita tadi, dia bingung dengan apa yang ia rasakan ntah apa yang membuatnya mengambil air wudhu, sudah 4 tahun lebih dia tidak merasakan sejuknya airnya wudhu,  dan juga dia ingin sekali mengadu kepada sang pencipta yang telah lama ia tinggalkan tentang perasaannya saat ini, lalu akhyar pun menggelar sajadah yang sudah lama tak terpakai. Dia pun melakukan sholat 2 rakaat yang begitu khusyu, di setiap bacaan bacaan sholat hatinya bergetarr derai air mata pun keluar dari matanya dengan sendirinya. Saat itu yang ada dipikirannya hanya dosa-dosanya dan juga kedua orang tuannya.

            Setelah melakukan salam ia pun berdoa” ya Allah dzat yang maha pengampun dan maha indah, masih pantaskah aku menghadapakan wajahku yang begitu kotor kepadamu, masih layak kah sujudkuh ini padamu, masih pantaskah diri yang hina ini meminta belas kasih mu. Aku malu untuk melakukan semua ini, rasanya diriku sudah tak pantas untuk ini, dosa ku yang begitu banyak sampai luasnya samudrapun tak akan sanggup menampung dosa-dosaku ini, tapi kemana lagi aku harus mengadu dan meminta ampunan selain kepadamu. Ya Allah biarakanlah tetes air mataku ini menjadi saksi akan semua khilaf ku, aku takut akan semua dosaku, masih adakah cahaya kasihmu untuk hambamu yang selalu melupakanmu, untuk hambamu yang selalu ingkar kepadamu, Hukum aku ya Allah jika kau mau karena hanya kau yang berhak memberi hukuman dan ampunan kepadaku. Ya Allah dzat  maha cinta kau telah menurunkan bidadarimu kepadaku sehingga membuatku kembali dan mengingatmu, Ya Allah izinkankan aku untuk lebih mengenal siapa dia, agar aku tahu tahu dalamnya makna keataatan, dan sampaikanlah salamku untuknya untuk bidadari yang kau ciptakan untuk siapa?” lirih Akhyar dalam doanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar