Senin, 02 April 2018

Pengertian Hadits 'Aziz dan Hadits Ghorib

PENGERTIAN HADITS 'AZIZ DAN HADITS GHORIB
Oleh : Sibawaih umam


B. Hadits ‘Aziz

1. Pengertian Hadits ‘Aziz
            Secara bahasa kata ‘Aziz merupakan sifat musyabbihah dari fi’il عَزَّ-يَعِزُّ  yang bermakna sedikit dan jarang atau عَزَّ-يَعَزُّ yang bermakna kuat. Dinamakan seperti itu karena sedikit dan
jarangnya hadits tersebut dan adakalanya kuatnya hadits tersebut dengan datangnya dari jalan yang lain.  Secara istilah adalah periwayatnya tidak sedikit dari dua orang di dalam semua tingakatan sanad.[1] Jadi bisa kija ambil pengertian bahwa hadits ‘aziz adalah satu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contoh hadits ,aziz

أنّ رسولَ اللّه صلّى اللّه عليه وسلم قال لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِه وَوَلَدِهِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Artinya : Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam  bersabada, “ Tidak (sesungguhnya ) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku ( Nabi ) lebih tercinta kepadanya daripada ia (mencitai) bapaknya dan anaknya serta semua orang.

Keterangan : Hadits tersebut diriwayatkan oleh Syaikhani ( Bukhari dan Muslim ) dari jalan Anas R A. Dan diriwayatkan juga oleh Bukhari dari jalan Abu Hurairoh.  Susunan sanad dari dua jalan itu adalah, yang meriwayatkan dari Anas: Qatadah dan Abdul ‘Aziz bin Shuaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah : Syu’bah dan Said. Yang meriwayatkan dari Abdulaziz : Ismail bin ‘Uliyah dan ‘Abdul Warits.[2]

Hukumnya hadits ‘Aziz seperti hadits Mashur yaitu mengikuti keadaan sanad dan matan. Jika ada didalam sanad dan matannya ada syarat-syarat sehat walaupun dari satu jalan maka itu termasuk hadits Shohih. Dan hadits ini terkadang bisa termasuk hadits Hasan dan terkadang hadits Dho’if.[3]
Untuk hadits ini para ‘ulama tidak mengarang kitab-kitab khusus untuk hadits ‘Aziz, karena saking sedikitnya hadist ini dan tidak adanya menghasilkan faedah yang penting dari mengarangnya.[4]

C. Hadits Ghorib

1. pengertian Hadits Ghorib

Secara bahasa hadits ini syifat musyabbihah yang bermakna sendri atau jauh dari kerabat-kerabatnya. Sedangkan menurut istilah adalalah hadits yang sendiri oleh satu rawi saja.[5]
2. pembagian Hadits Ghorib

Hadits Ghorib dibagi menjadi 2 yaitu ghorib mutlaq dan ghorib nisbih.
a.       Hadits Ghorib Mutlaq
Hadits ghorib mutlaq disebut juga al-fardlu mutlaq  yaitu hadits yang  bilamana kesendirian periwayatan terdapat pada asal sanadnya ( sahabat ).
Misalnya, hadits Nabi.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِاانِّيَّاتِ
Artinya : Bahwa setiap perbuatan itu tergantung dengan niatnya.
Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh ‘Umar lalu dari beliau hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qamah, Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Al-Qamah, kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, kemudian setelah itu diriwayatakan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’ad. Dalam Gharib Mutlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang sahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah hadits.[6]

b.      Hadits Ghorib Nisbi
Hadits Ghorib Nisbi, disebut juga Al-fardu An-Nisbi, yaitu apabila kegharibannya terjadi pertengahan sanadnya bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambilnya dari para perawi tersebut.
Misalnya hadits nabi :
أنّ النَبِيَ صلّى اللّه عليه و سلم دخل مكّةً و علي رأسهِ المِغْفَرُ
Artinya :Bahwa Nabi Shallahu ‘Alahi wa Sallam masuk kota Makkah dengan                        menggenakan penutup kepala di atas kepalanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Malik, dari Zuhri, dari Anas Rodliyahu anhu. Pada hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatannya hanya terjadi pada perawi tertentu.[7]

Karangan karangan kitab dalam pengumpulan hadits ini seperti
1)      Kitab Goraoibul Malik karangan Daruqutni
2)      Kitab Alafrodu karangan Daruqutni lagi
3)      Kitab Assunanu Allati Tafaroda Bikulli Sunnati Minha Ahlu Baldatni karangan Abi Daud As-Sijistani.





[1] Muhammad Thohan Mustholah Hadits ( Jakarta: Darul Hikmah ),26.
[2] Muhammad ‘ibn ‘Alwi ibn ‘Abas, Al-Minhalul Latif Fi Ushulul Hadits Syarif ( Malang : As Shofwah ), 88-89.
[3] Nuruddin ‘Atir Minhajun Nuqad Fi ‘Ulumul Hadits, (Damaskus :Darul Fikr,1979 ),417.
[4] Muhammad Thohan Mustholah Hadits ( Jakarta: Darul Hikmah ),27.
[5] Ibid,28.
[6]  Manna’ Al-Qathtan, Mubhatsu fi ‘Ulumul Hadits, (Jakarta Timur : Al-Kautsar, 2004),115.
[7] Ibid,116.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar