PENGERTIAN HADITS 'AZIZ DAN HADITS GHORIB
Oleh : Sibawaih umam
B. Hadits ‘Aziz
1. Pengertian Hadits ‘Aziz
Secara
bahasa kata ‘Aziz merupakan sifat musyabbihah dari fi’il عَزَّ-يَعِزُّ yang bermakna sedikit dan jarang
atau عَزَّ-يَعَزُّ yang bermakna kuat. Dinamakan seperti itu karena sedikit dan
jarangnya
hadits tersebut dan adakalanya kuatnya hadits tersebut dengan datangnya dari
jalan yang lain. Secara istilah adalah
periwayatnya tidak sedikit dari dua orang di dalam semua tingakatan sanad.[1]
Jadi bisa kija ambil pengertian bahwa hadits ‘aziz adalah satu hadits yang
diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya.
Contoh
hadits ,aziz
أنّ رسولَ اللّه صلّى اللّه عليه وسلم قال لا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِه وَوَلَدِهِ وَ النَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
Artinya :
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabada, “ Tidak
(sesungguhnya ) beriman salah seorang dari kamu, sehingga adalah aku ( Nabi )
lebih tercinta kepadanya daripada ia (mencitai) bapaknya dan anaknya serta
semua orang.
Keterangan : Hadits tersebut diriwayatkan oleh Syaikhani
( Bukhari dan Muslim ) dari jalan Anas R A. Dan diriwayatkan juga oleh
Bukhari dari jalan Abu Hurairoh. Susunan
sanad dari dua jalan itu adalah, yang meriwayatkan dari Anas: Qatadah dan Abdul
‘Aziz bin Shuaib. Yang meriwayatkan dari Qatadah : Syu’bah dan Said. Yang
meriwayatkan dari Abdulaziz : Ismail bin ‘Uliyah dan ‘Abdul Warits.[2]
Hukumnya hadits ‘Aziz seperti hadits Mashur yaitu
mengikuti keadaan sanad dan matan. Jika ada didalam sanad dan matannya ada
syarat-syarat sehat walaupun dari satu jalan maka itu termasuk hadits Shohih.
Dan hadits ini terkadang bisa termasuk hadits Hasan dan terkadang hadits
Dho’if.[3]
Untuk hadits ini para ‘ulama tidak mengarang
kitab-kitab khusus untuk hadits ‘Aziz, karena saking sedikitnya hadist ini dan tidak adanya
menghasilkan faedah yang penting dari mengarangnya.[4]
C. Hadits
Ghorib
1.
pengertian Hadits Ghorib
Secara
bahasa hadits ini syifat musyabbihah yang bermakna sendri atau jauh dari
kerabat-kerabatnya. Sedangkan menurut istilah adalalah hadits yang sendiri oleh
satu rawi saja.[5]
2. pembagian Hadits Ghorib
Hadits Ghorib dibagi menjadi 2 yaitu ghorib mutlaq dan ghorib nisbih.
a. Hadits Ghorib Mutlaq
Hadits ghorib mutlaq disebut juga al-fardlu
mutlaq yaitu hadits yang bilamana kesendirian periwayatan terdapat
pada asal sanadnya ( sahabat ).
Misalnya, hadits Nabi.
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِاانِّيَّاتِ
Artinya : Bahwa setiap
perbuatan itu tergantung dengan niatnya.
Hadits ini
diriwayatkan sendiri oleh ‘Umar lalu dari beliau hadits ini diriwayatkan oleh
Al-Qamah, Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Al-Qamah, kemudian
Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim, kemudian setelah itu
diriwayatakan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’ad. Dalam Gharib
Mutlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang sahabat hanya
sendiri meriwayatkan sebuah hadits.[6]
b.
Hadits Ghorib Nisbi
Hadits Ghorib Nisbi, disebut juga Al-fardu
An-Nisbi, yaitu apabila kegharibannya terjadi pertengahan sanadnya bukan
pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari
satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini
diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambilnya dari para perawi
tersebut.
Misalnya hadits nabi :
أنّ النَبِيَ صلّى اللّه عليه و سلم دخل مكّةً و علي رأسهِ المِغْفَرُ
Artinya :Bahwa Nabi Shallahu ‘Alahi wa
Sallam masuk kota Makkah dengan
menggenakan penutup kepala di atas kepalanya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Malik, dari Zuhri, dari Anas Rodliyahu
anhu. Pada hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Zuhri. Dinamakan
dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatannya hanya terjadi pada
perawi tertentu.[7]
Karangan karangan kitab dalam pengumpulan hadits ini
seperti
1) Kitab Goraoibul Malik karangan
Daruqutni
2) Kitab Alafrodu karangan Daruqutni
lagi
3) Kitab Assunanu Allati Tafaroda Bikulli
Sunnati Minha Ahlu Baldatni karangan Abi Daud As-Sijistani.
[1]
Muhammad Thohan Mustholah Hadits ( Jakarta: Darul Hikmah ),26.
[2] Muhammad ‘ibn ‘Alwi ibn ‘Abas, Al-Minhalul
Latif Fi Ushulul Hadits Syarif ( Malang : As Shofwah ), 88-89.
[4]
Muhammad Thohan Mustholah Hadits ( Jakarta: Darul Hikmah ),27.
[5]
Ibid,28.
[6] Manna’ Al-Qathtan, Mubhatsu fi ‘Ulumul
Hadits, (Jakarta Timur : Al-Kautsar, 2004),115.
[7]
Ibid,116.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar